Monday, March 2, 2015

Nona Berpayung Pastel




Tidak ada yang istimewa. Hari ini hari yang begitu biasa dengan rintik hujan menjelang senja. Namun siapa sangka seolah langit telah menentukan garis pertemuan kita di hari ini. Begitu sederhana. Begitu manis.

Masih jelas terbayang di sudut ingatan. Kau, di bawah temaram lampu kuning stasiun kota yang rengkuh berdiri termakan usia menunggu entah apa atau siapa. Dengan payung lipat berwarna pastel lembut dalam genggaman dan switer hijau tua terlipat hingga ke siku menengadah menatap langit yang berangsur kelabu. Sesekali kau bergeser memberi tempat pada pejalan kaki atau pengendara beroda dua yang tergesa meneduhkan diri dari derasnya hujan yang tak kunjung reda.

Hey Nona, tahukah engkau tiap senja aku disini; memperhatikan tiap individu diam, lalu, dan lalang tak henti di detik hariku yang membosankan. Namun hari ini, kehadiran mu yang baru kulihat membuat udara bahkan terasa begitu berbeda. Mungkinkah itu karena sorot mata mu yang hangat, namun sarat kesedihan? Atau mungkinkah karena senyum masam –yang walau tampak begitu sendu tak mampu menyamarkan elok paras mu- yang sesekali terulas di bibir mungilmu? Entah hal apa yang menderu di pikiran mu saat ini. Kegetirankah yang sedang kau ingat Nona berpayung pastel?

Aku bukan seorang pecinta hujan. Boleh dikata, aku tak pernah mendapat hal baik di hari tiap tetesan air ini bergemerisik di atap stasiun kota. Namun kali ini, sebagai saksi bisu mala-ku di tiap pergeseran hari, bolehkah aku meminta langit berbaik hati menitikkan airnya sedikit saja lebih lama? Aku ingin perasaan yang berbeda ini singgah lebih lama, kali ini saja.

Ah! Tak kusangka mata kami bertemu. Kau tersenyum, dengan mata berbinar, dan nampak sedikit ragu sesaat. Kau mencari entah apa dari dalam tas selempang hitam bermotif putih abstrak mu dan perlahan menyeruak diantara kerumunan mereka yang berteduh. Dengan langkah kecil berjalan ke sudut ku bergelung memperhatikan tiap laku manismu. 

Kau membungkuk tepat di hadapanku. Begitu dekat hingga aroma manis –entah minyak wangi atau makanan- darimu begitu terasa. Dengan payung pastel yang diletakan sebelah kanan tumpuan lututmu dan tangan kirimu yang terisi serpihan roti daging isi.



“Lucunya anjing kecil ini. Pasti lapar dan kedinginan ya, ayo makan.”, kata Nona berpayung pastel seraya membelai sayang kepala hingga punggungku. 


Chrisella
18 Februari 2015

No comments:

Post a Comment