Saturday, September 27, 2014

Karena Dance Itu Menyenangkan

 #JAKARTAREPOSEPROJECT

Dalam kesehariannya pria yang bernama lengkap Fransiscus Rico ini bekerja sebagai graphic designer di sebuah perusahaan yang memproduksi helm. Siapa sangka pria berusia 22 tahun ini ternyata merupakan seorang crew break dance yang sudah banyak mengikuti kompetisi baik luar maupun dalam negeri.
Hobinya ini berawal di tahun 2008 ketika saudara kembarnya yang bernama Fransiscus Ricky mengajaknya latihan break dance di Taman Ismail Marzuki. Tertarik dengan berbagai gerakan dan keseruan mengikuti irama musik, Rico kemudian secara rutin berlatih di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat setiap hari Selasa dan Kamis pukul 21.00 – 00.00. Disini tidak hanya crew Rico yang bernama Sweat Sneaker yang berlatih, tetapi juga banyak anggota tim lain dari berbagai genre tarian seperti hip-hop hingga tarian daerah. Lokasinya yang berada di sebuah arena kosong di depan Bioskop 21 ini pertama kali ditemukan oleh salah seorang anggota Jakarta Break Dance Crew sekitar tahun 1998. Dari mulut ke mulut, mulai banyak orang yang datang baik hanya untuk sekedar menonton hingga menjadikan TIM tempat latihan rutin mereka menari.


Beberapa tahun belakangan, Rico dan timnya mulai berlatih di Mall Central Park, Jakarta Barat. Perpindahan tempat ini bermula dari kesulitan 9 anggota tim Sweat Sneakerz yang beberapa bertempat tinggal di Tangerang. Sehingga meskipun Rico bertempat tinggal di Jakarta Pusat dan menempuh perjalanan yang cukup jauh jika harus ke Central Park, mall ini dirasa sebagai titik tertengah oleh kesembilan anggota. Aktivitas mereka berlatih break-dance ternyata menjadi hiburan yang menyenangkan untuk para pengunjung mall. Banyak pengunjung yang duduk-duduk dan berkeliling untuk menonton latihan mereka. Bahkan Manager Central Park pun menghampiri dan berbicara dengan tim Rico untuk menjadikan Central Pak tempat rutin mereka berlatih. Sejak saat itu, mereka rutin berlatih setiap hari Sabtu mulai pukul 17.00 di Mall Central Park. Kini, pemandangan orang-orang berlatih breakdance menjadi pemandangan yang biasa di taman Mall Central Park. Banyak tim-tim lain mulai berdatangan baik untuk battle dance dengan Sweat Sneakerz ataupun sekedar berlatih.
Dari kedua rempat latihan tersebut sebenarnya Rico lebih suka dengan tempat latihan yang berada di Taman Ismail Marzuki. “Lantainya licin dan alus. Jadi kalo gerak-gerak ga bikin tangan lecet atau sakit. Kalo di CP kan di taman gitu”, katanya. Ia mengatakan bahwa lantai yang licin dan penyediaan matras merupakan faktor penting yang harusnya ada di suatu tempat latihan breakdance. Selain itu ruangan untuk mengganti pakaian juga menjadi faktor yang penting. “Yang penting itu ada ruangan untuk ganti baju. Di CP kan untuk ganti baju harus ke mall dan anak-anak suka males jadinya ganti baju di taman, itu kan diliatnya juga ga enak.”, kata Rico.
Di Indonesia ada sebuah forum online komunitas break-dancer yang memungkinkan banyak anggota break dance bisa saling berdiskusi. Melalui forum tersebut jugalah Rico banyak mendapat kenalan baru. “Iya jadi kan kalo ada lomba bisa tau dari komunitas itu dia dari tim mana, jago ga, gitu-gitu”, katanya.
Selama 6 tahun menekuni hobi break-dance nya, Rico dan tim sudah begitu banyak mendapat pengalaman dari kompetisi nasional hingga kompetisi internasional. Pengalaman yang paling ia ingat adalah ketika berkompetisi di suatu perlombaan menari di Bandung. “Kalo lagi battle dance biasanya di arena tandingnya pasti ada ngata-ngatainnya gitu. Tapi ini temen gw sampe didorong. Sampe ricuh disana dan manggil satpam akhirnya”, katanya. Tapi biasanya perdebatan seperti itu hanya terjadi di dalam arena pertandingan dan tidak berlanjut di luar.

“Dance itu... Menyenangkan.”, katanya disusul tawa. Jadwal latihan yang hingga tengah malam memang sangat melelahkan tetapi hobi dan kedekatannya dengan setiap anggota tim membuat latihannya menjadi aktivitas yang menyenangkan untuk Rico. Besar harapan Rico agar tim-tim breakdance dari Indonesia dapat berprestasi di kompetisi internasional. “Selama ini tim-tim dari Indo belom ada yang sampe menang di kompetisi internasional. Pengen banget suatu hari tim break dance Indo bisa menang.”, katanya.

Thursday, September 25, 2014

Konvoi Keluarga


#JAKARTAREPOSEPROJECT

Usianya genap 46 tahun di tahun ini, tetapi semangat dan antusiasmenya tidak kalah dibandingkan pemuda-pemudi berusia 20-an. Ia banyak tertawa, melucu, dan begitu bersahabat dengan orang-orang di sekitarnya. Beliau bernama lengkap Mudijanto Korahi dan saat ini bekerja sebagai finance and accounting manager di PT Indofood CBP Sukses Makmur TBK. Selama 21 tahun bekerja disana Pak Mudi bertanggung jawab mengelola keuangan perusahaan, menerbitkan laporan keuangan, dan menjaga asset perusahaan.
Di luar aktivitasnya yang sibuk senagai seorang manager, Pak Mudi banyak menghabiskan waktu akhir pekannya pergi ke mall untuk sekedar ngobrol dan bersantai dengan teman atau keluarga. Tetapi jika long weekend atau liburan panjang ia pasti pergi ke luar kota. “Setahun rutin minimal 3 kali keluar kota yang agak jauhan. Pas liburan sekolah 1 kali, akhir tahun 1 kali, 1 kali lagi tiba-tiba. Ini harus minimal tiga kali”, katanya. Ini belum termasuk jalan-jalannya ke Bandung untuk mengunjungi anaknya yang saat ini kuliah semester 5 jurusan arsitektur di Universitas Parahyangan. Ke Bandung ia bahkan bisa sebulan 2 kali untuk mengunjungi anaknya sekaligus berbelanja dan berwisata kuliner.
Hobi jalan-jalan dari ayah dua anak ini berawal dari kedekatannya dengan teman-teman gereja yang memiliki hobi sama. Di tahun 2000, obrolan ringan mereka membuahkan rencana konvoi dengan mobil bersama 6 keluarga menuju Telaga Sarangan, Jawa Timur. “Perjalanannya luar biasa sekali kalo saya bilang. Kita ga pernah konvoi sebelumnya. Itu mobil kejar-kejaran ga beraturan karena takut ketinggalan. Tegang tapi enjoy aja. Uda di lokasi kumpul semua uda seru, lupa sama ketegangan.” Di Sarangan pun ia mendapat pengalaman yang tidak terlupakan. “Cerita yang slalu saya putar terus menerus adalah perjalanan ke sarangan. Itu teringat dan terngiang semua. Saking nanjaknya, sampe saya gabisa liat jalan. Turun saya bingung, yang saya liat cuma aspal saking tajamnya.”, katanya tertawa. Ia sebenarnya sudah diperingatkan oleh pom bensin terakhir untuk tidak melewati daerah tersebut. Tetapi alternative jalan lain memakan waktu hingga 1 jam sedangkan jika melewati daerah tersebut waktu yang dibutuhkan hanya 25 menit. “Kalo ngobrol ketemu sama yang waktu itu jalan bareng serunya minta ampun”, katanya tertawa. Pengalamannya ini tidak membuatnya kapok. Pak Mudi justru mengusahakan untuk tetap menggunakan mobil jika masih di area Pulau Jawa. Menurutnya kenikmatan wisata tidak hanya bisa didapatkan di tujuan destinasi wisata tetapi juga dalam perjalanan.

Telaga Sarangan, Juli 2000

Dalam sekali wisata konvoi yang berlangsung sekitar 5-7 hari, Pak Mudi lah yang selalu memastikan tidak ada halangan yang terjadi untuk setiap keluarga saat tiba di lokasi wisata. Dari jauh hari ia sudah mem-booking hotel baik bayar full atau dp. Untuk menjadikan wisatanya dan teman-temannya menyenangkan ia juga terlebih dahulu mencari tempat-tempat wisata terkenal yang ada di daerah yang mereka tuju. Biasanya melalui internet (google khususnya) ia biasa mencari biro perjalanan yang menawarkan paket wisata dan mengikuti tempat-tempat yang sudah ada di paket wisata. Baginya berwisata sendiri lebih menyenangkan daripada mengikuti tur. “Emang tur lebih enak tapi kadang kita kaya bukan bos. Jam sekian harus kumpul. Ya kita santai aja lah. Kalo mau jam 8 jalan ya jalan, kalo lagi capek mau setengah 9 aja, yauda kita santai dan fleksibel aja jdinya. Lbih enak kan.”, kata Pak Mudianto.

Ujung Genteng, 2009


Pengalaman yang tidak mengenakan pernah terjadi saat Pak Mudjianto berwisata ke sebuah villa yang bernama Villa Copong. Dari rekomendasi teman, temannya menyarankan untuk menginap disana sehingga ia tidak lagi mengeceknya di internet.  Villa tersebut terbuat dari kayu dan berada di pinggir danau, persis Kampung Sampireun. “Cuma kalo dia 1, sampireun 10. Hahaha. Soalnya dia danaunya coklat, sampireun hijau.”, kata Pak Mudi tertawa. Saat malam lampunya sangat remang dan bahkan sempat mati lampu. Belum lagi serangga dalam jumlah banyak masuk ke villa. Tentu Pak Mudi merasa sangat tidak enak dengan keluarga-keluarga yang ikut konvoi dengannya. Dari peristiwa itu, Pak Mudi tidak pernah lagi hanya mengandalkan rekomendasi dan selalu mencari info destinasi wisata melalui internet terlebih dahulu.
Walaupun Pak Mudijanto hobi berkonvoi beramai-ramai, Semarang dan Bali menjadi tempat favoritnya berwisata pribadi bersama keluarganya. Semarang menjadi destinasi wisatanya bersama keluarga besar sedangkan Bali menjadi wisata pribadi bersama istri dan kedua anaknya. Dari tiga kali kunjungannya ke Bali, ia tidak pernah mengunjungi tempat yang sama dan selalu mencari tempat-tempat lain yang belum pernah ia kunjungi kecuali 1 tempat yakni Pure Ulendanu di Danau Bratan. “Danaunya tuh dingin terus saya selalu naik kapal keliling di danau itu. Enak deh, nyaman sekali. Sejahtera rasanya”, tukasnya. Baginya, Bali merupakan tempat yang tidak akan pernah membuatnya bosan dengan keindahan pantai, infrastruktur perkotaan, dan budayanya yang masih begitu memegang tradisi.
Dalam memilih suatu destinasi wisata, ada 3 faktor yang diutamakan Pak Mudjianto yakni pemandangan indah, kenyamanan hotel, dan kuliner. Pemandangan terbaik yang pernah ia dapatkan adalah saat berwisata ke Green Canyon, Pangandaran dimana Green Canyon memadukan keindahan danau dan laut; danau berwarna hijau dengan batu karang besar menjulang di kiri kanannya. Sedangkan untuk hotel ternyaman ia dapatkan di Patma Hotel, Cimbeluit. Konsepnya unik, dimana jika tamu menekan lift ke lantai 7, lift bukan naik ke lantai 7 melainkan turun ke lantai 7. Hotel ini begitu asri, berdekatan dengan hutan dan suara jangkrik yang begitu nyaring dan pelayanan yang sangat ramah dari dari para pekerja hotel sehingga harga Rp 3 juta per malam yang ditetapkan hotel ini dirasa tidak mengherankan untuk Pak Mudi. Untuk kuliner, Pak Mudi tidak pernah memprioritaskan hal ini tetapi setiap kali berwisata ke suatu daerah, Pak Mudi pasti mencari makanan khas daerah tersebut untuk dicoba dan dijadikan oleh-oleh.
Dalam berwisata Pak Mudi tidak begitu mempermasalahkan budget. Untuk kenyamanan keluarga, ia selalu memesan hotel yang minimal memiliki harga Rp 600 ribu per malam. “Karena kalo tahan-tahan kasian keluarga.”, tukasnya. Dalam sekali perjalanan, ia bisa menghabiskan kira-kira Rp 12 juta yang sudah termasuk semuanya. “Makan biasanya jor-joran, belanja oleh-oleh juga banyak. Kaya kemaren di garut, belanja coklat aja bisa Rp 600 ribu, gila ga coklat doang loh.”, tukasnya tertawa.
Pak Mudjianto sangat menikmati wisata lokal yang begitu kaya dengan keindahan alam dan kulinernya. Tetapi sayangnya berbagai tempat indah di Indonesia masih kurang memadai dalam hal trnsportasi, terutama di Indonesia bagian timur. Transportasi ke daerah dengan potensi wisata kluar biasa kurang diperhatikan oleh pemerintah. Misalnya saja jika ke Wakatobi, Pak Mudi mengatakan wisatawan harus usaha sendiri untuk mencapai lokasi. Kemacetan juga menjadi hal yang sangat disayangkan oleh Pak Mudi. “Kita pernah berangkat jam 3 pagi untuk hindarin macet, itu kan nyiksa. Jalur padat wisata ga diperlebar, dari 10 tahun lalu masih sama aja. Wisatawan makin banyak, mobil makin banyak, tapi badan jalan ukurannya tetep segitu aja. Ya macet.”
Besar harapan Pak Mudi pemerintah untuk pemerintah memperbaiki sarana jalan dan transportasi menuju tempat-tempat wisata. Menurutnya keberhasilan tempat wisata sangat bergantung dari sarana transportasi yang baik sehingga daerah wisata akan hidup dengan sendirinya.  “Kalo untuk lebaran, nginep di jalanan pun di bela-belain. Tapi kalo mau wisata, mau seneng-seneng, kita cuti 2 hari tapi perjalanan uda makan waktu 1 hari dapet apa disana? Kan bikin orang males juga.”, kata Pak Mudi.
“Saya mencari kenikmatan di perjalanan dan hal-hal baru. Pikiran yang stress kerja bisa plong. Daripada stress lama-lama ntar gila”, kata Pak Mudi tertawa. Lalu apa 3 kata yang merangkum perjalanan wisatanya ini? Dengan tersenyum ia berkata, “Saya butuh refreshing.”


Bikin Seneng Anak

#JAKARTAREPOSEPROJECT

4 bulan belakangan, sosok Bu Dawiyah begitu lekat dalam ingatan anak-anak Prasetiya Mulya Business School. Bagaimana tidak, setiap hari Senin hingga Jumat selama 12 jam Bu Dawiyah berjaga di meja satpam gedung baru yang bersebelahan dengan lift sejak pukul 7 pagi hingga pukul 7 malam. Dengan cekatan ia membantu setiap keperluan mahasiswa mulai dari info barang hilang hingga menolong mahasiswa yang sakit. Tidak hanya itu, wanita berambut pendek ini juga bertanggung jawab menjaga asset dan keamanan kampus PMBS. Setiap pekerja proyek atau tamu yang berkunjung wajib menitipkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) mereka pada Bu Dawiyah guna mendapatkan kartu pengunjung atau visitor yang mesti dikalungkan di leher sebelum diijinkan masuk ke gedung PMBS.
Tak hanya sebagai petugas keamanan, di hari Sabtu Bu Dawiyah juga disibukan dengan pelatihan sebagai sales asuransi Prudential. Training yang diadakan di Casablanca ini sebenarnya diadakan setiap Selasa dan Sabtu tetapi karena tidak dapat meninggalkan tanggung jawabnya sebagai petugas keamanan, Bu Dawiyah hanya datang di hari Sabtu. “Samalah kaya kalian kalo ke kampus kan cari ilmu, saya kesana juga untuk belajar”, katanya.
Di tengah kepadatan jadwal profesinya sebagai petugas keamanan dan agen asuransi, ia tidak melupakan perannya sebagai seorang ibu dari anak perempuannya yang berusia 12 tahun dan saat ini duduk di kelas 1 SMP. “Saya hobinya jalan-jalan, sama kaya anak”, kata Bu Dawiyah. Karena itu biasanya saat ia tidak sedang sibuk Bu Dawiyah mengajak anaknya jalan-jalan ke tempat favoritnya yakni Kota Tua, Taman Mini Indonesia Indah, dan Monas. Dari televisi ia banyak mengenal banyak tempat wisata di Jakarta dan kemudian tertarik untuk mengunjunginya.
Dari ketiga tempat tersebut, Kota Tua merupakan tempat wisata terbaik untuk Bu Dawiyah dan anaknya. Biasanya dari rumah mereka pergi naik motor ke stasiun dan menitipkan motor mereka disana. Dari situ mereka naik kereta menempuh perjalanan sekitar 2 jam dan berhenti di Stasiun Kota Tua yang tepat berada di depan Kota Tua. Ini merupakan sarana transportasi yang paling disuka anak Bu Dawiyah. “Kalo naik angkutan umum anaknya ga suka lagian karena macet”, tukasnya. Edukasi, adalah faktor utama Bu Dawiyah menjadikan Kota Tua sebagai tempat wisata favoritnya. “Kita pengen anak tau banyak, jadi kalo guru nerangin sejarah di sekolah dia ga cuma diem tapi bisa jawab juga karena uda pernah kesana.”, kata Bu Dawiyah. Bu Dawiyah megajarkan kepada anaknya bahwa berwisata tidak hanya untuk senang-senang tapi juga penting ada faktor edukasinya disana.
Selain itu Kota Tua juga murah dan terjangkau untuk Bu Dawiyah yang memiliki pendapatan sekitar Rp 3 juta per bulan. Tidak ada biaya yang dikenakan untuk memasuki area Kota Tua, paling hanya biaya untuk memasuki museum yang juga sangat murah yakni  Rp 5,000 untuk orang dewasa dan Rp 2,000 untuk anak-anak. Hiburan yang disediakan juga beragam seperti orang berkostum dan pedagang asongan yang banyak menjual aksesoris dan gantungan kunci. Untuk sekali pergi, Bu Dawiyah paling banyak mengeluarkan Rp 200,000 yang sudah termasuk makan dan transportasi.
Ada sebuah peristiwa lucu yang sangat diingat Bu Dawiyah di Kota Tua. Saat itu mereka sehabis buka puasa bersama saudara-saudara dan memutuskan jalan-jalan di Kota Tua. Setelah letih berjalan-jalan anak Bu Dawiyah minum sambil bersender di pohon beringin besar yang ada disana. Tanpa ia sadari ternyata ada seseorang dengan kostum kuntilanak sedang bersender juga disebelahnya. “Terus pas dua-duanya nengok, anak saya kaget sampe nangis. Dia kira itu kuntilanak beneran. Kuntilanaknya juga kaget sampe lari, mungkin karena waktu itu uda gelap juga dan agak sepi.”, kata Bu Dawiyah tertawa.
Untuk annoying experience, Bu Dawiyah mengalami hal tersebut di Monas. “Sekalipun sering lewatin kalo belom sampe atas namanya bukan orang Jakarta. Jadi saya bela’in tuh ngantri sampe 2 jam ke atas.”, kata Bu Dawiyah. Karena peristiwa tersebut anaknya bahkan sampai tidur-tiduran di lantai menunggu antri dan kapok untuk mengunjungi Monas lagi. Tetapi hal tersebut tidak membuat Bu Dawiyah berhenti mengunjungi Monas. Menurutnya kata-kata “kapok” itu tidak boleh diucapkan. Mungkin karena waktu berkunjung dan mood mereka sedang tidak pas peristiwa tidak mengenakkan tersebut terjadi. Bu Dawiyah juga kurang menyukai mall sebagai tempatnya menghabiskan waktu luang. Ia pergi ke mall hanya jika anaknya sedang ingin makan sesuatu, lalu hanya jalan-jalan memutari mall. Itu pun jarang, terkadang mereka hanya makan lalu pulang.
Dalam mencari tempat wisata, Bu Dawiyah dipengaruhi faktor internal yakni pengalamannya saat kecil. “Jangan sampe waktu kecil kita pernah ksana tapi anak belom pernah.”, katanya. Selain itu acara-acara wisata di televisi dan rekomendasi tempat dari teman-temannya juga menjadi faktor penting dalam ia memilih tempat wisata. Anak Bu Dawiyah juga senang jika menjadi orang yang pertama mengunjungi suatu tempat wisata dan mempromosikannya kepada teman-temannya di sekolah.
Meskipun lokasi Kota Tua dan rumahnya sangat jauh, kesenangan anaknya menjadi alasannya tidak masalah menempuh perjalanan hingga 2 jam. Kesibukan Bu Dawiyah sebagai petugas keamanan dari pagi hingga malam membuatnya sulit bertemu dan menikmati waktu bersama anak. Kesempatan di akhir pekanlah yang sebisa mungkin ia maksimalkan untuk membuat anaknya senang. “Namanya kita punya anak apalagi cuma 1. Kita kalo ga nyenengin anak, kerja ya buat apa? Jadi selagi kita sempet kalo lagi ada waktu, ga harus anak minta, ya kita jalan.”, kata Bu Dawiyah.
“Lalu apa 3 kata yang tepat mendeskripsikan waktu luang Ibu?”, saya bertanya. Setelah lama terdiam memikirkan jawaban Bu Dawiyah tersenyum berkata, “Bikin seneng anak”.


Chrisella,
24 September 2014


Sunday, September 21, 2014

Sekarang Berbeda Prioritas


#JAKARTAREPOSEPROJECT

Hari itu ia menggunakan kemeja bermotif bunga berwarna putih dipadu dengan celana panjang berwarna hitam dengan rambut ikal sebahu yang dibiarkan terurai. Ia duduk di meja pendaftaran acara outing keluarga Gereja Kristus Yesus (GKY) Gading Serpong dan dengan begitu ramah menjawab pertanyaan jemaat terkait acara yang akan dilangsungkan pada Oktober mendatang. Sesekali ia tertawa dan bersenda gurau sembari mencatat nama-nama anggota keluarga yang mendaftarkan diri.

Ketika melihat saya, ia tersenyum dan mengatakan, “Uda mau wawancara ya? Sebentar ya Sel.”.

Tidak lama kemudian ia menghampiri saya dan kami duduk di sebuah bangku panjang di samping gereja dan memulai wawancara kami.

Beliau bernama lengkap Julia Santi Susanto. Saat ini ia bekerja di perusahaan retail Sogo di daerah Sudirman sebagai staff IT dan bertanggung jawab untuk berbagai aplikasi program yang sebagian besar dibuat sendiri oleh Sogo. Di hari Minggu ia juga aktif sebagai pengurus gereja di bidang pelayanan musik dan paduan suara.
Bu Julia yang sebenarnya baru membeli rumah di Gading Serpong ini memilih untuk tetap tinggal di rumahnya yang berada di Meruya, Jakarta Barat dari hari Senin hingga Jumat. Ia, suami, serta anak bekerja dan bersekolah di daerah Jakarta sehingga tidak memungkinkan untuk setiap hari pulang pergi Tangerang – Jakarta. Sedangkan di akhir pekan barulah ia tinggal di rumahnya yang berada di kawasan Gading Serpong, Tangerang. Dari pernikahannya, Bu Julia dikaruniai seorang putri yang masih duduk di bangku kelas 2 SD bernama Owin Gershwin.
Dibalik suara merdu dan kepiawannya memainkan tuts piano, sebenarnya Bu Julia bukanlah seseorang yang banyak menghabiskan waktu luangnya untuk musik. Ia lebih suka membaca buku atau menonton televisi di waktu senggangnya, tetapi sebisa mungkin selalu memprioritaskan kesenangan anak semata wayangnya. Sesekali di tengah wawancara Owin datang kepada kami dan berkata, “Mama, ayok ke SMS”. Bu Julia tertawa dan mengatakan bahwa setiap hari Sabtu dan Minggu ia pasti mengajak Owin untuk jalan-jalan ke mall. “Saya bisa didemo kalo hari Sabtu Minggu ga jalan”, tukasnya.


Owin adalah anak yang cantik dengan senyum manis dan rambut kecoklatan yang panjangnya hingga sepinggang. Ia sangat aktif dan meyukai berbagai aktivitas yang membutuhkan gerak motorik. Tidak heran playground menjadi tempat yang dicarinya ketika berjalan-jalan ke mall. “Bukan Timezone ya, semacam mandi bola atau circus town kaya di SMS yang ada manjat-manjatnya gitu”, kata Bu Julia. Ia biasa memilih mall yang tidak terlalu jauh dari rumah. Misalnya saja saat akhir pekan ia berada di Tangerang maka ia memilih untuk pergi ke mall di sekitar wilayah Tangerang seperti Mall Summarecon Serpong, Mall Living World, dan Mall @ Alam Sutera. Akan tetapi untuk tempat favorit, Bu Julia mengatakan bahwa arena bermain Fun World di Central Park adalah mall favorit Owin.
Bu Julia tidak terlalu memusingkan budget maksimal yang bersedia ia keluarkan untuk jalan-jalannya di akhir pekan. Tetapi untuk Owin, biaya maksimal yang bersedia ia keluarkan untuk aktivitasnya bermain atau belanja mainan adalah Rp 100,000.00 sekali pergi. “Namanya juga anak kecil, kalo ga direm ga bakal berhenti main”, kata Bu Julia sambil tertawa. Owin akhir-akhir ini juga mulai suka memilih sendiri pakaian dan sepatu yang ia sukai. Tak jarang ia meminta dibelikan pakaian atau sepatu yang menurutnya bagus ketika berjalan-jalan di mall. Jika menurut Bu Julia pakaian tersebut bagus, maka Bu Julia akan membelikannya untuk Owin.
Berlibur merupakan aktivitas yang sangat penting untuk dilakukan. Selain untuk menghilangkan kepenatan, berwisata juga mempererat keakraban tiap anggota keluarga. Begitu juga halnya dengan Ibu Julia. Menurutnya berwisata merupakan kebutuhan yang sangat penting dan ia biasanya mengambil waktu berwisata ke luar kota di awal bulan Desember dan Juni akhir. Dari jauh-jauh hari ia mengosongkan jadwal di tanggal yang ditentukan, termasuk di dalamnya jadwal pelayanannya di GKY Gading Serpong.
Bandung, merupakan tempat wisata yang selalu dikunjunginya di liburan panjang paling tidak setahun sekali. “Sekarang tiap jalan-jalan mikirnya, Owin bakal suka ga ya.”, kata Bu Julia. Kenyamanan dan kegembiraan anak menjadi faktor utama dalam Bu Julia dan suami memilih tempat wisata dan Bandung dirasa memiliki setiap faktor yang ia cari dari sebuah tempat wisata. Tempatnya yang tidak terlalu jauh, udara yang segar, serta banyaknya tempat wisata membuatnya sangat menyukai suasana Bandung.
Tetapi ada sebuah pengalaman yang kurang mengenakkan ketika Bu Julia berwisata di Bandung. Saat itu ia dan keluarga mengunjungi Kebun Binatang Bandung di Jalan Taman Sari. Karena sedang hari libur sekolah, pengunjung di Kebun Binatang sangat padat. “Biasalah kebiasaan orang Indonesia, pada ngegelar tikar terus buang sampah sembarangan.”, katanya. Belum lagi ia melihat banyak binatang yang tidak terawat. Mereka begitu kurus dan kandangnya pun kotor. “Kalo tempatnya bagus, kita bayar mahal gapapa. Tapi ini sekalipun murah tapi keadaannya kaya gitu kan males juga.” Bu Julia mengatakan bahwa pengalaman ini membuatnya tidak mau lagi berkunjung ke tempat tersebut.
Sekalipun Jakarta juga memiliki Kebun Binatang, tetapi selama ini Bu Julia belum pernah mengunjunginya. Ia lebih memilih untuk berwisata outdoor ketika di Bandung dan berwisata indoor alias dalam mall ketika berada di Jakarta. Hal tersebut disebabkan wisata yang ada di Jakarta biasanya hanya museum; wisata yang kurang diminati oleh anak-anak kecil. Sedangkan di Bandung, selain karena udara yang segar dan mall yang memang hanya sedikit disana, menyuguhkan berbagai wisata alam dan tempat bermain yang disukai anak-anak.
Dalam mengunjungi tempat wisata, Bu Julia memiliki kebiasaan untuk terlebih dahulu browsing di internet tempat wisata yang akan dituju. “Jangan sampe kita uda jalan jauh-jauh tapi tempatnya ga bikin happy”, katanya. Facebook dan twitter juga dikatakan Bu Julia sebagai media sosial yang paling efektif dalam mempromosikan suatu tempat wisata. Media sosial tersebut digunakan oleh banyak orang dan memungkinkan setiap orang meng-upload foto dan mengkomentarinya.

Sebelum Berkeluarga
“Sebelum married saya suka ke museum. Museum gajah paling oke. Museum fatahillah juga.”, tukas Bu Julia yang tahun ini menginjak usia yang ke 43 tahun. Wisata sejarah dan budaya merupakan wisata yang menjadi favoritnya bahkan hingga sekarang. Dari sekian banyak museum yang pernah dikunjunginya, Museum Gajah dan Museum Fatahillah merupakan museum yang terbaik. Dengan arsitektur kuno dan cerita-cerita bersejarah Indonesia di masa lampau, ia mendapatkan pengalaman yang tidak bisa dilupakannya. “Saya suka wisata sejarah misalnya liat history bangunan itu dulu gimana, ada legenda apa disana.”
Sayangnya cukup sulit menemukan pariwisata yang menyuguhkan wisata sejarah dan budaya seperti yang Bu Julia inginkan. Apalagi menurutnya orang Indonesia selalu mengutamakan belanja ketika berlibur ke sebuah destinasi wisata. Tur-tur dari Indonesia hampir selalu mampir di pusat-pusat perbelanjaan dan menghabiskan paling banyak waktu untuk aktivitas tersebut. Pernah sekali ia menelepon sebuah agen pariwisata dan menanyakan wisata yang tidak banyak mampir di arena perbelanjaan dan dijawab, “Kalo itu mah Ibu bikin tur sendiri Bu.”
Wisata kuliner adalah wisata selanjutnya yang paling ia sukai. Semasa muda dulu, Bu Julia bergabung dengan sebuah komunitas yang bernama Jalan Sutra. Ketergabungannya di komunitas ini berawal dari kesukaannya membaca artikel dari Bondan Winarno yang sekarang terkenal dengan acara televisi “Mak Nyuuss”nya. Pak Bondan membuat sebuah komunitas makan melalui internet dan ia tertarik untuk bergabung dengan komunitas yang dibuat penulis favoritnya itu.
Komunitas ini memiliki banyak acara wisata kuliner yang paling sedikit diadakan setahun sekali. Selama bergabung dengan Jalan Sutra, Bu Julia sudah dua kali KopDar (Kopi Darat) dengan anggota komunitas yang selama ini hanya berkomunikasi via internet. Yang pertama adalah acara “Tangerang Sutra”. Di acara itu, Bu Julia bersama anggota komunitas lainnya mengunjungi daerah Tangerang dan mengunjungi berbagai tempat dan makanan terkenal khas daerah Tangerang. Tempat yang mereka tuju saat itu adalah Masjid Seribu Pintu, Klenteng di daerah Pasar Lama, dan setelah itu mencicipi berbagai makanan khas Tangerang.
Wisata kuliner selanjutnya bersama komunitas ini adalah KopDar sebagai perayaan hari ulang tahun Jalan Sutra yang pertama. Mereka berkumpul di sebuah tempat di Jakarta dan kemudian dibagi ke dalam beberapa kelompok. Kelompok ini dipimpin oleh seorang leader yang sudah mengetahui tempat-tempat makan terkenal di daerah Jakarta. Puas mencicipi berbagai makanan di Jakarta, mereka berkumpul di depan Museum Wayang lalu bersama-sama mengunjungi Museum Wayang.
Dalam sehari, mereka bisa mengujungi 5 hingga 10 tempat makan di wilayah yang menjadi tujuan mereka berwisata kuliner. Ada yang unik dari cara mereka memesan makanan. Mereka tidak memesan 1 porsi makanan untuk 1 orang melainkan hanyaa memesan beberapa porsi untuk dimakan bersama-sama. Dengan begitu mereka bisa mencicipi berbagai jenis makanan tanpa cepat merasa kenyang. Ini merupakan pengalaman yang tidak terlupakan oleh Bu Julia. “Seru banget, kita ketemu orang-orang yang punya hobi sama dan dari latar belakang suku, agama, dan budaya yang berbeda. Kita ga permasalahin itu karena kita dikumpulkan oleh rasa lapar yang sama. Hahaha”, kata Bu Julia.
Jika bisa membuat sebuah tempat wisata, Bu Julia memberikan gambaran sebuah miniatur kecil Indonesia. Hampir sama seperti TMII tetapi tidak dalam area sebesar TMII sehingga manajemen dan pengelolaan wisata dapat terjaga dengan baik.
Ada 3 hal yang menurut Bu Julia harus diperbaiki dari wisata di Indonesia. Hal yang pertama kembali lagi ke setiap individu masarakatnya. Mereka harus belajar bagaimana menghargai budaya sendiri. Contoh sangat sederhana adalah dengan menjaga kebersihan; jangan membuang sampah sembarangan. “Saya jadi orang Indonesia kadang suka malu sama kelakuan orang Indonesia”, tukasnya. Hal kedua adalah publikasi dari tempat-tempat wisata lokal yang harus diperbanyak. Indonesia adalah Negara yang sangat indah dan sayangnya kurang diketahui oleh masyarakat luas. “Malaysia aja yang ga ada apa-apanya bisa maju, kita kenapa gabisa?”, kata Bu Julia. Hal ketiga adalah sarana transportasi yang sulit untuk mengunjungi daerah-daerah wisata. Danau Tiga Warna, Kelimutu, adalah salah satu destinasi wisata lokal yang sangat ingin Bu Julia kunjungi tetapi biaya transportasinya bahkan lebih mahal dibandingkan jika ke Singapura.
Terkadang Bu Julia rindu dengan masa-masa berwisata sejarah, budaya, serta kuliner seperti yang saat muda sering ia lakukan. Tapi perannya sebagai seorang istri dan ibu menbuatnya harus mengenyampingkan hobinya untuk sesaat. Waktunya yang tersisa dari kesibukan pekerjaan dan aktivitas gereja ia prioritaskan untuk kesenangan Owin. Untuk tempat wisata idaman, Jepang adalah Negara yang paling ia impikan dan ia berharap suatu hari bisa pergi kesana bersama keluarganya. Mulai dari keindahan alam, makanan, hingga kebudayaan memberikan kekaguman tersendiri untuk Bu Julia. “Sekarang prioritasnya kesukaan Owin. Mungkin nanti kalo dia uda lebih gede saya dan suami bisa mulai ajak dia ke tempat-tempat yang jauh, termasuk Jepang. Yang pasti  suatu hari sebelum menutup mata, saya harus mengunjungi Jepang”, kata Bu Julia sembari tersenyum sekaligus menyudahi wawancara kami di hari itu.


Chrisella
Tangerang, 21 September 2014

Friday, September 19, 2014

Perkenalkan, Nama Saya Andriansyah Dermawan

#JAKARTAREPOSEPROJECT

Hari ini panas, boleh dibilang sangat panas. Terlebih lagi saya memakai seragam bertangan panjang dan celana panjang berwarna biru donker gelap. Tidak banyak yang saya lakukan saat ini, hanya memperhatikan beberapa pekerja sibuk mencatat di sebuah buku tebal sembari memindahkan kardus-kardus besar dari dalam truk pick up. Sesekali saya mengusir kebosanan dengan memperhatikan lalu lalangnya mobil di jalan raya di belakang saya, suara klakson selalu berhasil  membuat saya menolehkan pandang.
Perkenalkan, nama saya Andriansyah Dermawan dan berusia 20 tahun. Saat ini saya bekerja sebagai petugas keamanan di Mall Puri Indah, Jakarta Barat. Pernahkah anda bertanya, apa bedanya saya dengan satpam berbaju putih yang berkeliling di dalam mall? Saya lebih banyak menjalankan tugas di luar mall untuk menjaga akses masuk setiap orang yang masuk dan keluar mall. Seperti saat ini, saya berada di belakang area mall, tepatnya di area parkir gudang, dan mengawasi beberapa pekerja mendistribusikan barang-barang keperluan salah satu toko di mall. Kami para petugas keamanan memiliki jam kerja 12 jam setiap harinya yang dibagi ke dalam 2 shift, pagi dan malam. Saat ini saya sedang bertugas di shift pagi yang berarti saya sudah berada disini sejak pukul 7 pagi dan akan pulang pukul 7 malam. Sedangkan jika shift malam saya bertugas dari pukul 7 malam hingga 7 pagi. Untuk petugas keamanan seperti saya, seminggu rasanya hanya ada 6 hari. Karena kami bekerja 2 hari shift malam, 2 hari shift pagi, dan 2 hari libur, lalu dimulai lagi dari hari pertama. Ngomong-ngomong, pukul berapa ini? Pukul 2 siang, ah masih 5 jam lagi..
Saya sangat tidak sabar menunggu jam shift saya berakhir. Hari ini setelah jam kerja selesai saya ada janji dengan teman-teman saya dulu di SMK YMIK Joglo untuk bermain futsal. Kami akan berkumpul di lapangan bola di depan Mercubuana. Melalui grup di blackberry messenger (BBM) saya biasanya berkomunikasi dan mengumpulkan teman-teman untuk bermain futsal.
 Saya suka bermain futsal memang sudah sedari kecil dan semakin menyukai futsal seiring bertambah dewasa. Dalam seminggu bisa 2-3 kali saya berkumpul dengan teman-teman sekolah untuk bermain futsal. Malam adalah waktu kesukaan kami untuk bermain futsal. Rasanya enak untuk bermain bola di lapangan rumput pada malam hari. Tidak panas dan angin yang menerpa wajah kami saat berlari terasa menyejukan. Karena itulah biasanya sehabis shift pagi atau di saat hari libur saya menyempatkan diri untuk berkumpul dan bermain futsal bersama teman-teman lama.
Walaupun lapangan yang kami pakai ini lapangan outdoor, lapangan ini disewakan oleh pemiliknya seharga Rp 150,000.00 per jam. Karena kami biasa bermain 2 jam, maka kami harus mengeluarkan uang sebesar Rp 300,000.00 sekali permainan. Memang agak mahal, tetapi karena kami biasa bermain bersama  10 orang, biaya yang dikeluarkan 1 orang menjadi sekitar Rp 30,000.00.
Selain futsal, lari pagi dan fitness adalah olahraga berikutnya yang paling saya gemari. Setiap Minggu pagi, saya tidak pernah absen lari di Gelora Bung Karno. Aktivitas ini rutin saya lakukan bersama teman-teman sejak saya duduk di kelas 1 SMK. Jika tidak ada keperluan yang mendesak seperti sakit atau acara keluarga, tidak mungkin saya tidak datang. Selain untuk lari, hal yang saya suka dari GBK adalah penyediakan beberapa alat olahraga lain seperti barbell dan pull up. Banyaknya tukang makanan dan minuman di area GBK juga membuat kita tidak repot mencari pengisi perut setelah lelah berlari.
Memang, jarak Gelora Bung Karno dengan rumah saya yang terletak di Meruya Selatan, Jakarta Barat cukup jauh. Saya harus mengendarai motor terlebih dahulu dari rumah lalu menitipkan motor saya di tempat parkir. Tapi serunya lari beramai-ramai banyak orang dari berbagai kelas sosial, suku, dan budaya yang berbeda tidak bisa saya dapatkan hanya dengan lari di sekitar rumah saya. Terkadang ada saja hal lucu seperti melihat orang yang tersandung ketika berlari. Apalagi banyak wanita-wanita cantik juga lari pagi disana. Yah, saya kan laki-laki, bohong kalau saya bilang saya tidak suka bukan?
         Untuk fitness, ini sebenarnya olahraga terbaru yang saya coba. Saya mendapat rekomendasi dari teman tentang tempat fitness di daerah Joglo, namanya Exotic Fitness, Baru sekitar 1 bulan saya mencobanya jadi tidak banyak perubahan yang bisa saya rasakan. Yang pasti saya ingin membentuk badan saya supaya terlihat lebih jadi. Sebagai petugas keamanan, masakan tubuh saya terus menerus kecil seperti ini. Jadi futsal, lari pagi, dan fitness, berurutan sesuai olahraga yang paling saya senangi, merupakan 3 kata untuk menggambarkan aktivitas luang saya. 
Jujur saja saya paling tidak menyukai mall sebagai tempat menghabiskan waktu. Selain karena setiap harinya saya bekerja di mall, saya seringkali minder jika mengunjungi mall. Lagipula tidak banyak yang bisa saya lakukan di mall, hanya jalan berkeliling mall dan berujung menghabiskan uang. Selain itu saya juga kurang menyukai Kota Tua. Terakhir saya mengunjungi Kota Tua saat duduk di kelas 2 SMK dan pengamen disana sangat banyak. Risih sekali jika pengamen muncul lebih dari 3 kali dalam 1 tempat.
Facebok dan twitter saya rasa adalah media sosial yang paling efektif untuk mempromosikan tempat-tempat wisata baru. Setiap orang, terutama anak muda seperti saya sangat banyak yang menggunakan kedua media sosial tersebut. Kami juga menghabiskan cukup banyak waktu di media sosial sehingga promosi pastilah efektif di media tersebut. Walaupun selama ini, saya lebih banyak mendapat rekomendasi dari teman tentang tempat-tempat baru di Jakarta.
Sebenarnya saya sangat berharap Jakarta memiliki tempat-tempat olahraga yang lebih banyak, tidak hanya di daerah Senayan. Berbagai tempat wisata seperti Kota Tua pun bisa disediakan arena lari sehingga memberikan pengalaman berlari yang baru untuk warga Jakarta. Selama ini warga Jakarta hanya pernah berlari di antara gedung-gedung tinggi di Jakarta, dan pasti akan memberikan pengalaman menyenangkan jika mereka bisa berlari mengelilingi kawasan bersejarah seperti Kota Tua. Penyediaan alat-alat olahraga juga harus selalu dijaga kebersihan dan penggunaannya.
Terlepas dari dunia olahraga, tempat wisata yang paling ingin saya kunjungi adalah Trans Studio di Bandung. Saya pernah melihatnya beberapa kali di televisi dan permainan serta desain tempatnya terlihat begitu bagus. Memang sih Jakarta memiliki Dufan, tapi saya penasaran dengan Dufan versi indoor yang ada di Bandung. Pasti suasana dan permainannya sangat berbeda, apalagi saya tidak akan kepanasan jika bermain disana.
“Permisi Pak, lagi sibuk ga? Saya bisa minta waktu sebentar untuk wawancara tugas kuliah?”, seorang anak perempuan muda tiba-tiba membuyarkan lamunan saya.
“Wawancara tentang apa?”
“Tentang kegiatan watu luang Bapak pak. Misalnya Bapak paling suka ngapain di waktu luang, biasa kemana, gitu-gitu Pak kira-kira”
Wah pas sekali. Baru saja otak saya berbicara tentang futsal, lari pagi, dan fitness. Hm, sekarang baru pukul 3 sore dan para pengangkut barang juga sudah selesai menurunkan kardus-kardus dari dalam truck. Kerjaan saya sudah tidak banyak juga saat ini. Kenapa tidak?
“Oh iya, tentu saja boleh.”


Chrisella
Tangerang, 19 September 2014

Thursday, September 18, 2014

A Shopaholic and Make Up Geek

#JAKARTAREPOSEPROJECT

Mahasiswi Universitas Pelita Harapan jurusan Hospitality and Tourism ini bernama lengkap Grace Sanjaya. Cece, begitu ia biasa dipanggil teman-temannya. Hari-harinya kurang lebih sama dengan mahasiswi pada umumnya; disibukan dengan kuliah dan berbagai aktivitas yang ia sukai di waktu luangnya. Untuk urusan waktu luang, ia paling tidak suka jika menghabiskan terlalu banyak waktu di rumah. Tidak banyak yang bisa ia lakukan dan akhirnya hanya bermalas-malasan di kamar sembari bermain gadget. Jadi mari kita menengok lebih jauh aktifitasnya waktu senggangnya di luar rumah mulai dari hobi hingga tempat favoritnya menghabiskan waktu.
Shopaholic; adalah kata yang ia anggap sangat mewakilkan dirinya. Wanita yang lahir pada tanggal 4 Juni 1993 ini memang bisa dibilang sangat memprioritaskan penampilan. Tubuhnya yang kecil mungil dengan rambut coklat panjang dan kulit putih bersih mendapatkan perhatian paling utama. “Iya dong, itu kan nilai plus wanita. Misalnya aja mau lamaran kerja atau presentasi, yang diliat pertama penampilan kan.”, katanya.
 Ketika Grace berusia 10 tahun, rasa penasarannya pada dunia make up dimulai. Ia senang ketika melihat ibunya memulas lipstick di bibir dan membuat pipinya merona merah dengan blush on sebelum bepergianIbunya terlihat semakin cantik. Di tahun kedua SMA, rasa penasarannya pada make up pun kian besar. Melalui google dan youtube, ia mulai membaca banyak rekomendasi dan tutorial make up oleh para makeup guru professional.
Niat awal hanya untuk melihat-lihat di suatu toko kosmetik pun berujung dengan pembeliannya pada kosmetik pertama. Hari ke hari melalui penelusurannya di internet dan rekomendasi dari teman-temannya, Grace semakin selektif dalam memilih brand make up yang akan ia gunakan. Misalnya saja untuk foundation wajah, make up forever menjadi brand favoritnya. Lain lagi dengan eyeliner dan eyeshadow, menurutnya NYX adalah brand terbaik untuk merias mata. Jika ditanya brand  terbaik yang pernah ia gunakan, Ia tidak bisa memilih karena menurut Grace setiap brand make up memiliki keunggulan yang berbeda-beda dan harus disesuaikan dengan kecocokan dari penggunanya. Untuknya, keterkenalan brand menjadi faktor utama dalam pemilihan make up dikarenakan brand yang sudah memiliki nama pasti memiliki kualitas yang baik sehingga resiko iritasi atau alergi sangat kecil kemungkinannya. Untuk itulah Grace tidak keberatan untuk merogoh kocek hingga Rp 400,000.00 – 500,000.00 untuk membeli sebotol foundation atau eyeliner dengan harga sekitar Rp 300,000.00.
Sekalipun Grace adalah seorang penggemar belanja atau shopaholic, bukan berarti kegiatan belanjanya selalu menyenangkan. Pegalaman belanja yang kurang menyenangkan pernah ia alami saat belanja di Make Up Forever Plaza Indonesia. Saat itu ia berniat untuk membeli foundation namun sayangnya shade warna untuk kulitnya sedang habis. Pelayannya (yang dideskripsikan “lekong” oleh Grace) kemudian menawarkan shade warna yang sekitar tiga kali lebih gelap dari warna shade awal yang ia inginkan. Setelah dicoba di pergelangan tangan, (Ketika berbelanja kebutuhan make up, Grace biasanya mengetes kecocokan warna make up di area pergelangan tangan karena wajahnya saat pergi ke mall yang sedang menggunakan make up tidak memungkinkannya untuk mencobanya langsung di wajah) pelayannya meyakinkan Grace bahwa warna tersebut sangat natural dan sesuai dengan warna kulitnya. Dan ya, ia pun membelinya.
Sesampainya di rumah, Grace kemudian mencoba foundation yang baru dibelinya pada wajahnya dan kecewa dengan hasilnya. Ia merasa warnanya gelap sehingga seperti tidak ada perbedaan antara menggunakan atau tidak menggunakan foundation. Ia pun menjual foundation tersebut dengan setengah harga kepada temannya dan menceritakan alasannya menjual foundation tersebut. Setelah peristiwa tersebut Grace tidak pernah lagi berbelanja kebutuhan make up di Plaza Indonesia. Ia lebih memilih untuk berbelanja di Mall Central Park atau Taman Anggrek karena selain jaraknya yang dekat dari rumahnya di Puri Indah, mall ini juga memiliki service yang lebih baik. Service terbaik dalam berbelanja make up sebenarnya paling ia rasakan saat berbelanja make up di Benefit, Plaza Indonesia. Pelayannya dengan sabar mencocokan make up yang ingin ia beli dengan warna kulit dan menawarkan serta menjelaskan berbagai produk make up terbaru keluaran Benefit.
Tidak hanya make up, Grace juga hobi berbelanja berbagai keperluan untuk menunjang penampilannya mulai dari pakaian, tas, hingga sepatu. Mall Central Park dan Taman Anggrek menjadi mall favoritnya untuk berbelanja karena lengkap, suasana berbelanjanya menyenangkan, dan jaraknya dekat dengan rumah. Sedangkan Cloud Lounge dan Pantai Indah Kapuk (PIK) menjadi tempat favoritnya untuk berkumpul bersama teman-teman. “Kalo lagi jalan santai paling enak di daerah PIK. Tapi kalo untuk makan cantik Cloud Lounge paling enak. Pemandangan dan service nya oke banget.”, kata wanita yang berharap suatu hari bisa mengunjungi Paris dan bertemu Michelle Phan (make up guru Youtube) ini. Dalam sebulan, Grace menghabiskan kurang lebih Rp 4-5 juta untuk leasure activity nya seperti berbelanja atau hang-out bersama teman-temannya.
            Social media seperti instagram, facebook, dan path merupakan media promosi yang menurutnya paling efektif. Media tersebut memungkan untuk dilihat oleh banyak orang terutama anak muda. Akan tetapi promosi akan jauh leih berhasil melalui word of mouth atau promosi dari mulut ke mulut.
Sebagai pecinta shopping, Grace berharap mall-mall di Jakarta bisa lebih dibuat berdekatan seperti di Singapura. Misalnya dibuat satu komplek yang benar-benar berisi mall sehingga untuk berpindah dari 1 mall ke mall lain tidak perlu menggunakan mobil. Grace juga berharap adanya wahana permainan yang tidak hanya untuk anak-anak di dalam mall tetapi juga permainan yang memacu adrenalin (seperti Dufan) di dalam  mall. Dengan begitu mall tidak hanya berguna sebagai tempat makan dan berbelanja tetapi juga sebagai arena rekreasi yang tidak membosankan.

Puspita Martha Beauty School
Kecintaan Grace pada dunia kecantikan tidak berhenti hanya pada berbelanja alat make up dan mennton tutorial make up. Beberapa bulan yang lalu ia memutuskan untuk mengambil kursus make up. Selain karena hobi, ia melihat bahwa profesi make-up artist merupakan profesi yang sangat menjanjikan. Seorang make up artist dapat menerima bayaran 5 hingga 10 juta rupiah untuk sekali rias bahkan 10-20 juta rupiah jika kelasnya sudah internasional. Setelah membandingkan beberapa tempat kursus, Grace memutuskan untuk mengikuti kelas di Puspita Martha yang dirintis Marta Tilaar di daerah Sudirman. Grace menjatuhkan pilihannya pada Puspita Martha lantaran tempat kursus ini sudah terkenal memiliki pengajar-pengajar yang professional. Beruntungnya, jadwal perkuliahan Grace di Universitas Pelita Harapan tidak begitu padat sehingga hari Rabu dan Jumat yang tidak ada jadwal perkuliahan bisa ia manfaatkan untuk mengikuti kursus make up di Puspita Martha.
Puspita Martha menyediakan paket 6, 12, dan 20 kali pertemuan yang buka dari hari Senin hingga Jumat pukul 08.00 sampai 18.00. Selain itu juga tersedia kelas private dimana dalam satu kelas hanya ada 1 murid dan guru sehingga kegiatan belajar bisa sangat terfokus, kelas inilah yang diambil oleh Grace. Ia mengambil kelas private dengan 6 kali pertemuan dan mengeluarkan sekitar 30-40 juta rupiah untuk kursus ini yang sudah termasuk penyediaan berbagai alat make up, manekin, serta model untuk mengaplikasikan make up yang telah dipelajari.
 Di hari pertama kursus, ia diajari pengenalan dasar tentang kegunaan setiap make up dan rekomendasi brand terpercaya. Ia pun tidak langsung memegang alat make up melainkan terlebih dahulu menggunakan media kertas dan pensil seperti misalnya saja menggambar alis untuk beragam tipe wajah. Setelah itu barulah make up diterapkan ke manikin dan kemudian kepada model. Kursus yang berlangsung hingga 5 jam dalam sehari ini benar-benar secara professional memberikan langkah penerapan make up sehingga menurut Grace, harga 30 juta untuk kursus ini sesuai dengan kualitas yang diberikan. Setelah selesai dari kursus ini, Grace juga akan diberikan sertifikat resmi sebagai bukti professional. Satu-satunya hal yang ia kurang sukai dari Puspita Martha adalah sulitnya mencari makanan di sekitar tempat kursus. Ia pun mau tidak mau harus membawa makanan dari luar untuk dimakan di sela-sela waktu istirahat kursus.
Saat ini Grace sudah menguasai natural make up dan masih dalam proses belajar untuk menyempurnakan make up bridal nya. Kursus make up, sekalipun merupakan proses belajar yang tidak dianggap sebagai “waktu luang” oleh orang kebanyakan serta membuatnya harus pintar-pintar mengatur waktu dengan kuliah, tidak membuatnya merasa terbebani. “Namanya juga hobi, sekalipun judulnya belajar tapi seneng aja pas ngelakuinnya”. 



Chrisella
Tangerang, 18 September 2014

JAKARTA REPOSE PROJECT



#JAKARTAREPOSEPROJECT; sebuah projek mahasiswa dan mahasiswi semester 5 Prasetiya Mulya Business School jurusan Marketing. Bertujuan meningkatkan pariwisata di Ibu Kota Indonesia, Jakarta, kami mewawancarai warga Jakarta dari beragam status ekonomi, sosial, suku, dan budaya yang berdomisili di Jakarta untuk mengenal lebih jauh aktivitas apa yang mereka sukai di waktu luang serta tempat wisata seperti apa yang mereka tuju. 

Melalui projek ini kami mengharapkan dapat memberikan suguhan acara di Jakarta yang menjadi tujuan destinasi wisata masyarakat dari berbagai status ekonomi, sosial, suku, dan budaya.