#JAKARTAREPOSEPROJECT
4 bulan
belakangan, sosok Bu Dawiyah begitu lekat dalam ingatan anak-anak Prasetiya
Mulya Business School. Bagaimana tidak, setiap hari Senin hingga Jumat selama
12 jam Bu Dawiyah berjaga di meja satpam gedung baru yang bersebelahan dengan
lift sejak pukul 7 pagi hingga pukul 7 malam. Dengan cekatan ia membantu setiap
keperluan mahasiswa mulai dari info barang hilang hingga menolong mahasiswa
yang sakit. Tidak hanya itu, wanita berambut pendek ini juga bertanggung jawab
menjaga asset dan keamanan kampus PMBS. Setiap pekerja proyek atau tamu yang
berkunjung wajib menitipkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) mereka pada Bu Dawiyah
guna mendapatkan kartu pengunjung atau visitor
yang mesti dikalungkan di leher sebelum diijinkan masuk ke gedung PMBS.
Tak
hanya sebagai petugas keamanan, di hari Sabtu Bu Dawiyah juga disibukan dengan
pelatihan sebagai sales asuransi
Prudential. Training yang diadakan di
Casablanca ini sebenarnya diadakan setiap Selasa dan Sabtu tetapi karena tidak
dapat meninggalkan tanggung jawabnya sebagai petugas keamanan, Bu Dawiyah hanya
datang di hari Sabtu. “Samalah kaya kalian kalo ke kampus kan cari ilmu, saya
kesana juga untuk belajar”, katanya.
Di
tengah kepadatan jadwal profesinya sebagai petugas keamanan dan agen asuransi,
ia tidak melupakan perannya sebagai seorang ibu dari anak perempuannya yang
berusia 12 tahun dan saat ini duduk di kelas 1 SMP. “Saya hobinya jalan-jalan,
sama kaya anak”, kata Bu Dawiyah. Karena itu biasanya saat ia tidak sedang
sibuk Bu Dawiyah mengajak anaknya jalan-jalan ke tempat favoritnya yakni Kota
Tua, Taman Mini Indonesia Indah, dan Monas. Dari televisi ia banyak mengenal
banyak tempat wisata di Jakarta dan kemudian tertarik untuk mengunjunginya.
Dari
ketiga tempat tersebut, Kota Tua merupakan tempat wisata terbaik untuk Bu
Dawiyah dan anaknya. Biasanya dari rumah mereka pergi naik motor ke stasiun dan
menitipkan motor mereka disana. Dari situ mereka naik kereta menempuh
perjalanan sekitar 2 jam dan berhenti di Stasiun Kota Tua yang tepat berada di
depan Kota Tua. Ini merupakan sarana transportasi yang paling disuka anak Bu
Dawiyah. “Kalo naik angkutan umum anaknya ga suka lagian karena macet”,
tukasnya. Edukasi, adalah faktor utama Bu Dawiyah menjadikan Kota Tua sebagai
tempat wisata favoritnya. “Kita pengen anak tau banyak, jadi kalo guru nerangin
sejarah di sekolah dia ga cuma diem tapi bisa jawab juga karena uda pernah kesana.”,
kata Bu Dawiyah. Bu Dawiyah megajarkan kepada anaknya bahwa berwisata tidak
hanya untuk senang-senang tapi juga penting ada faktor edukasinya disana.
Selain
itu Kota Tua juga murah dan terjangkau untuk Bu Dawiyah yang memiliki pendapatan sekitar Rp 3 juta per bulan. Tidak ada biaya yang
dikenakan untuk memasuki area Kota Tua, paling hanya biaya untuk memasuki
museum yang juga sangat murah yakni Rp
5,000 untuk orang dewasa dan Rp 2,000 untuk anak-anak. Hiburan yang disediakan
juga beragam seperti orang berkostum dan pedagang asongan yang banyak menjual aksesoris
dan gantungan kunci. Untuk sekali pergi, Bu Dawiyah paling banyak mengeluarkan
Rp 200,000 yang sudah termasuk makan dan transportasi.
Ada
sebuah peristiwa lucu yang sangat diingat Bu Dawiyah di Kota Tua. Saat itu
mereka sehabis buka puasa bersama saudara-saudara dan memutuskan jalan-jalan di
Kota Tua. Setelah letih berjalan-jalan anak Bu Dawiyah minum sambil bersender
di pohon beringin besar yang ada disana. Tanpa ia sadari ternyata ada seseorang
dengan kostum kuntilanak sedang bersender juga disebelahnya. “Terus pas
dua-duanya nengok, anak saya kaget sampe nangis. Dia kira itu kuntilanak
beneran. Kuntilanaknya juga kaget sampe lari, mungkin karena waktu itu uda
gelap juga dan agak sepi.”, kata Bu Dawiyah tertawa.
Untuk annoying experience, Bu Dawiyah
mengalami hal tersebut di Monas. “Sekalipun sering lewatin kalo belom sampe
atas namanya bukan orang Jakarta. Jadi saya bela’in tuh ngantri sampe 2 jam ke
atas.”, kata Bu Dawiyah. Karena peristiwa tersebut anaknya bahkan sampai
tidur-tiduran di lantai menunggu antri dan kapok untuk mengunjungi Monas lagi. Tetapi
hal tersebut tidak membuat Bu Dawiyah berhenti mengunjungi Monas. Menurutnya
kata-kata “kapok” itu tidak boleh diucapkan. Mungkin karena waktu berkunjung
dan mood mereka sedang tidak pas
peristiwa tidak mengenakkan tersebut terjadi. Bu Dawiyah juga kurang menyukai
mall sebagai tempatnya menghabiskan waktu luang. Ia pergi ke mall hanya jika
anaknya sedang ingin makan sesuatu, lalu hanya jalan-jalan memutari mall. Itu
pun jarang, terkadang mereka hanya makan lalu pulang.
Dalam
mencari tempat wisata, Bu Dawiyah dipengaruhi faktor internal yakni
pengalamannya saat kecil. “Jangan sampe waktu kecil kita pernah ksana tapi anak
belom pernah.”, katanya. Selain itu acara-acara wisata di televisi dan rekomendasi
tempat dari teman-temannya juga menjadi faktor penting dalam ia memilih tempat
wisata. Anak Bu Dawiyah juga senang jika menjadi orang yang pertama mengunjungi
suatu tempat wisata dan mempromosikannya kepada teman-temannya di sekolah.
Meskipun
lokasi Kota Tua dan rumahnya sangat jauh, kesenangan anaknya menjadi alasannya
tidak masalah menempuh perjalanan hingga 2 jam. Kesibukan Bu Dawiyah sebagai
petugas keamanan dari pagi hingga malam membuatnya sulit bertemu dan menikmati
waktu bersama anak. Kesempatan di akhir pekanlah yang sebisa mungkin ia
maksimalkan untuk membuat anaknya senang. “Namanya kita punya anak apalagi cuma
1. Kita kalo ga nyenengin anak, kerja ya buat apa? Jadi selagi kita sempet kalo
lagi ada waktu, ga harus anak minta, ya kita jalan.”, kata Bu Dawiyah.
“Lalu
apa 3 kata yang tepat mendeskripsikan waktu luang Ibu?”, saya bertanya. Setelah
lama terdiam memikirkan jawaban Bu Dawiyah tersenyum berkata, “Bikin seneng
anak”.
Chrisella,
24 September 2014
No comments:
Post a Comment