Thursday, September 25, 2014

Bikin Seneng Anak

#JAKARTAREPOSEPROJECT

4 bulan belakangan, sosok Bu Dawiyah begitu lekat dalam ingatan anak-anak Prasetiya Mulya Business School. Bagaimana tidak, setiap hari Senin hingga Jumat selama 12 jam Bu Dawiyah berjaga di meja satpam gedung baru yang bersebelahan dengan lift sejak pukul 7 pagi hingga pukul 7 malam. Dengan cekatan ia membantu setiap keperluan mahasiswa mulai dari info barang hilang hingga menolong mahasiswa yang sakit. Tidak hanya itu, wanita berambut pendek ini juga bertanggung jawab menjaga asset dan keamanan kampus PMBS. Setiap pekerja proyek atau tamu yang berkunjung wajib menitipkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) mereka pada Bu Dawiyah guna mendapatkan kartu pengunjung atau visitor yang mesti dikalungkan di leher sebelum diijinkan masuk ke gedung PMBS.
Tak hanya sebagai petugas keamanan, di hari Sabtu Bu Dawiyah juga disibukan dengan pelatihan sebagai sales asuransi Prudential. Training yang diadakan di Casablanca ini sebenarnya diadakan setiap Selasa dan Sabtu tetapi karena tidak dapat meninggalkan tanggung jawabnya sebagai petugas keamanan, Bu Dawiyah hanya datang di hari Sabtu. “Samalah kaya kalian kalo ke kampus kan cari ilmu, saya kesana juga untuk belajar”, katanya.
Di tengah kepadatan jadwal profesinya sebagai petugas keamanan dan agen asuransi, ia tidak melupakan perannya sebagai seorang ibu dari anak perempuannya yang berusia 12 tahun dan saat ini duduk di kelas 1 SMP. “Saya hobinya jalan-jalan, sama kaya anak”, kata Bu Dawiyah. Karena itu biasanya saat ia tidak sedang sibuk Bu Dawiyah mengajak anaknya jalan-jalan ke tempat favoritnya yakni Kota Tua, Taman Mini Indonesia Indah, dan Monas. Dari televisi ia banyak mengenal banyak tempat wisata di Jakarta dan kemudian tertarik untuk mengunjunginya.
Dari ketiga tempat tersebut, Kota Tua merupakan tempat wisata terbaik untuk Bu Dawiyah dan anaknya. Biasanya dari rumah mereka pergi naik motor ke stasiun dan menitipkan motor mereka disana. Dari situ mereka naik kereta menempuh perjalanan sekitar 2 jam dan berhenti di Stasiun Kota Tua yang tepat berada di depan Kota Tua. Ini merupakan sarana transportasi yang paling disuka anak Bu Dawiyah. “Kalo naik angkutan umum anaknya ga suka lagian karena macet”, tukasnya. Edukasi, adalah faktor utama Bu Dawiyah menjadikan Kota Tua sebagai tempat wisata favoritnya. “Kita pengen anak tau banyak, jadi kalo guru nerangin sejarah di sekolah dia ga cuma diem tapi bisa jawab juga karena uda pernah kesana.”, kata Bu Dawiyah. Bu Dawiyah megajarkan kepada anaknya bahwa berwisata tidak hanya untuk senang-senang tapi juga penting ada faktor edukasinya disana.
Selain itu Kota Tua juga murah dan terjangkau untuk Bu Dawiyah yang memiliki pendapatan sekitar Rp 3 juta per bulan. Tidak ada biaya yang dikenakan untuk memasuki area Kota Tua, paling hanya biaya untuk memasuki museum yang juga sangat murah yakni  Rp 5,000 untuk orang dewasa dan Rp 2,000 untuk anak-anak. Hiburan yang disediakan juga beragam seperti orang berkostum dan pedagang asongan yang banyak menjual aksesoris dan gantungan kunci. Untuk sekali pergi, Bu Dawiyah paling banyak mengeluarkan Rp 200,000 yang sudah termasuk makan dan transportasi.
Ada sebuah peristiwa lucu yang sangat diingat Bu Dawiyah di Kota Tua. Saat itu mereka sehabis buka puasa bersama saudara-saudara dan memutuskan jalan-jalan di Kota Tua. Setelah letih berjalan-jalan anak Bu Dawiyah minum sambil bersender di pohon beringin besar yang ada disana. Tanpa ia sadari ternyata ada seseorang dengan kostum kuntilanak sedang bersender juga disebelahnya. “Terus pas dua-duanya nengok, anak saya kaget sampe nangis. Dia kira itu kuntilanak beneran. Kuntilanaknya juga kaget sampe lari, mungkin karena waktu itu uda gelap juga dan agak sepi.”, kata Bu Dawiyah tertawa.
Untuk annoying experience, Bu Dawiyah mengalami hal tersebut di Monas. “Sekalipun sering lewatin kalo belom sampe atas namanya bukan orang Jakarta. Jadi saya bela’in tuh ngantri sampe 2 jam ke atas.”, kata Bu Dawiyah. Karena peristiwa tersebut anaknya bahkan sampai tidur-tiduran di lantai menunggu antri dan kapok untuk mengunjungi Monas lagi. Tetapi hal tersebut tidak membuat Bu Dawiyah berhenti mengunjungi Monas. Menurutnya kata-kata “kapok” itu tidak boleh diucapkan. Mungkin karena waktu berkunjung dan mood mereka sedang tidak pas peristiwa tidak mengenakkan tersebut terjadi. Bu Dawiyah juga kurang menyukai mall sebagai tempatnya menghabiskan waktu luang. Ia pergi ke mall hanya jika anaknya sedang ingin makan sesuatu, lalu hanya jalan-jalan memutari mall. Itu pun jarang, terkadang mereka hanya makan lalu pulang.
Dalam mencari tempat wisata, Bu Dawiyah dipengaruhi faktor internal yakni pengalamannya saat kecil. “Jangan sampe waktu kecil kita pernah ksana tapi anak belom pernah.”, katanya. Selain itu acara-acara wisata di televisi dan rekomendasi tempat dari teman-temannya juga menjadi faktor penting dalam ia memilih tempat wisata. Anak Bu Dawiyah juga senang jika menjadi orang yang pertama mengunjungi suatu tempat wisata dan mempromosikannya kepada teman-temannya di sekolah.
Meskipun lokasi Kota Tua dan rumahnya sangat jauh, kesenangan anaknya menjadi alasannya tidak masalah menempuh perjalanan hingga 2 jam. Kesibukan Bu Dawiyah sebagai petugas keamanan dari pagi hingga malam membuatnya sulit bertemu dan menikmati waktu bersama anak. Kesempatan di akhir pekanlah yang sebisa mungkin ia maksimalkan untuk membuat anaknya senang. “Namanya kita punya anak apalagi cuma 1. Kita kalo ga nyenengin anak, kerja ya buat apa? Jadi selagi kita sempet kalo lagi ada waktu, ga harus anak minta, ya kita jalan.”, kata Bu Dawiyah.
“Lalu apa 3 kata yang tepat mendeskripsikan waktu luang Ibu?”, saya bertanya. Setelah lama terdiam memikirkan jawaban Bu Dawiyah tersenyum berkata, “Bikin seneng anak”.


Chrisella,
24 September 2014


No comments:

Post a Comment